Senin, 09 Juli 2012

Pasar Gede, Solo


BangunanPemugaran

NamaBangunan : Pasar Gede

TahunPembangunan : 1930

Arsitek : Ir. Thomas Karsten

FungsiAwal : Pasar

FungsiSekarang : Pasar

Langgam : Artefakbangunan kota lama dan menjadikanciri khas peninggalan
Kerajaan Mataram adalah Pasar Gede.

KondisiBangunan : Baik




Lokasi Pasar Gede

Pasar Gede terletak di seberang Balaikota Surakarta pada jalan JendralSudirman dan Jalan Pasar Gede di perkampungan warga keturunan Tionghoa atauPecinan yang bernama Balong dan terletak di Kelurahan Sudiroparajan. Para pedagang yang berjualan di PasarGede banyak yang keturunan Tionghoa pula. Budayawan Jawa ternama dari Surakarta Go Tik Swan yang seorang keturunan Tionghoa,ketika diangkat menjadi bangsawan oleh mendiang Raja Kasunanan Surakarta,Ingkang Sinuhun Pakubuwana XII mendapat gelar K.R.T. (Kangjeng RadenTumenggung) Hardjonagoro karena kakeknya adalah kepala Pasar GedhéHardjonagoro.
Dekatnya Pasar Gededengan komunitas Tionghoa dan area Pecinan bisa dilihat dengan keberadaansebuah kelenteng, persis di sebelah selatan pasar ini. Kelenteng ini bernama Vihara Avalokitesvara Tien Kok Sie dan terletak pada Jalan Ketandan.


Sejarah
Pada zaman kolonial Belanda,Pasar Gede mulanya merupakan sebuah pasar kecil yang didirikan di area seluas10.421 hektar, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yangsekarang berubah fungsi menjadi Balaikota Surakarta. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten. Bangunan pasar selesai pembangunannya pada tahun1930 dan diberi nama Pasar Gedhé Hardjanagara. Pasar inidiberi nama pasar gedhé atau “pasar besar” karena terdiri dari atap yang besar.Seiring dengan perkembangan masa, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegahdi Surakarta. Pasar gede terdiri dari dua bangunan yang terpisahkan jalan yangsekarang disebut sebagai Jalan Sudirman. Masing-masing dari kedua bangunan initerdiri dari dua lantai. Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atapsinggasana yang kemudian diberi nama Pasar Gedhé dalam bahasa Jawa.


Karakter Bangunan
Arsitektur Pasar Gedemerupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya Jawa. Pada tahun1947 , Pasar Gede mengalami kerusakan karena seranganBelanda. Lalu Pemerintah Republik Indonesia yang kemudian mengambil alihwilayah Surakarta dan Daerah Istimewa Surakarta kemudian merenovasi kembalipada tahun 1949. Namun perbaikan atap selesai pada tahun 1981 . Pemerintah indonesia mengganti atap yang lamadengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari Pasar Gede, digunakan untuk kantorDPU yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.
Secarastruktural, bangunan pasar Gede berada pada kesatuan ekologi kultural (situssakral pasar candi) sebagai bagian dari bangunannjobo keraton (luarkraton), yaitu pasar gede, tugu pemandengan ndalem, gapura gladhag, gapurapamurakan, alun-alun, masjid agung, pagelaran dan siti (hi)nggil.Sementara dikaji secara fungsional memang sejak dahulu juga sudah berfungsisebagai pasar transaksi model Jawa.
Sebagaipeninggalan sejarah, Pasar Gede berhasil menapakkan jejak masa lampaunya padatiga kategori fakta, yaitu artefak (seni arsitektur bangunannya sendiri), socialfact karena pasar sebagai tempat interaksi sosial (gedhekumandange), dan mantifact melambangkan sakral-magis karena melahirkankonsep dasar pasar candi. Oleh karena itu, Pasar Gede akan senantiasa dikenangsepanjang masa oleh masyarakat Solo karena mengandung nilai memori-kolektifyang melekat di hati rakyatnya.
PasarGede merupakan salah satu bangunan gaya arsitektur Jawa-kolonial,karya Herman Thomas Karsten yang juga merancang banyakbangunan di Jawa tengah, termasuk Pasar Johar Semarang. Karsten amatmembanggakan Pasar Gede hasil rancangannya. Dan arsitektur Pasar Gede acap kalidikutip oleh banyak peneliti arsitektur asing. Pasar itu pernah terbakar pada tahun1948 dan selesai dibangun kembali tahun 1954. Pasar Gede merupakan salah satutujuan wisata, terutama wisatawan domestik. Selain bangunannya terkesan antik,di bagian dalam pasar tradisional ini tampak lega, tertib, dan bersih. Bangunansemacam ini memiliki nilai-nilai filosofi bangunan Jawa, yaitu diantara yangtampak dan yang tidak tampak, ada kandungan tuntutnan hidup. Situs Pasar Gedememang patut digugah kembali karena kandungan sejarahnya sangat kental dengansitus kapujanggan keraton. Pada kawasan 200 meter dan civic center-nyaKota Solo, akan ditemui simbol-simbol budaya kota (Indies atauIndolen) yang mengurai kandungan ekologi lingkungan budaya yang sakral-magis.


Pasar Gede Tempo dulu

Foto ini, hasil karya Bp.Saptono Padmomaruto, Karyawan RRI Surakarta & P.N Lokananta. Th. 1947-1978.Foto ini di foto Th 1950





Pasar Gede Sekarang



Foto ini, hasil karya Bp. Wibowo wibisono, http://www.fotografer.net/forum/forum.view.php?id=949390 dan Image google




Pengrusakan dan Renovasi

Selain pernah terkenaserangan Belanda pada tahun 1947, Pasar Gede tidak luput pula terkena seranganamuk massa yang tidak bertanggung jawab. Meski luput serangan pada Peristiwa Mei 1998, pada bulan Oktober 1999 dengan tidak dipilihnya Megawati Soekarniputri sebagai Presiden Indonesia meski mendapat suaraterbanyak, Pasar Gede dibakar oleh amuk massa. Namun usaha renovasi denganmempertahankan arsitektur asli bisa berjalan dengan cepat dan dua tahunkemudian pada penghujung tahun 2001, pasar yang diperbaiki bisa digunakan kembali.Bahkan pasar yang baru tergolong canggih karena ikut pula memperhatikankeperluan para penyandang cacat dengan dibangunnya prasarana khusus bagipengguna Kursi roda.




Bentuk Bangunan Pasar Gede

Ciri khas bangunan pasar gede dapat dilihat padainterior bangunan, dengan struktur benteng lebar dan panjang. Penampilanbangunan merupakan persenyawaan antara bentuk kolonial (dinding tebal,kolom-kolom yang besar, skala bangunan dengan konsep tradisional).Bentuk-bentuk terlihat pada penyelesaian overstek dan jendela/penerangan yang berbentuklengkung.



  • Dari bentuk atapnya ini mengilhain dari arsitektur jawa. Tapi dari bentuk bukaan dan proporsi, ini bangunan eropa, apalagi ada tulisan Pasar Gede yang bergaya art nouveau di atas pintu utama.



  • Desain pasar ini berangkat dari curhat istri Karsten tentang keadaan tetangganya. Beratnya pekerjaan kuli gendong yg didominasi org lanjut usia hingga permasalahan sehari2 pasar tradisional di Indonesia menjadi pertimbangan Karsten dlm mendesain pasar.
  • meringankan beban kuli gendong, Karsten meninggikan lantai los pasar, supaya kuli nggak perlu jongkok waktu mengangkut atau menurunkan barang. Sampai sekarang, manfaat itu masih bisa dirasakan para kuli gendong.


  • Karsten sadar kalau pasar di jawa berbeda dengan pasar tradisional di eropa. Di jawa kita tau ada yg namanya hari pasaran, dimana banyak pedagang non-permanen berjualan di pasar. Untuk itu, Karsten mendesain pasar dengan space yg cukup besar dan flexible, tidak membuat sekat2 seperti pasar zaman sekarang.



  • Setiap lorong dinaungi atap memanjang yg ada kisi2 di kanan kirinya buat ventilasi udara. Sistem sederhana ini memungkinkan udara panas (ringan) untuk naik lalu keluar dan digantikan dengan udara dingin (berat) yang turun menyejukkan lorong pasar.


  • Untuk penerangan dalam pasar, Karsten membuat skylight sebagai pencahayaan alami. Ini memungkinkan cahaya matahari masuk secara tidak langsung.
  • Di lorong itu terlihat lantai dua pasar yg dindingnya didesain rendah sehingga ada komunikasi visual antara atas dan bawah.


  • Akses untuk penyandang cacat berupa ramp yg menghubungkan lantai bawah dan atas dibuat dengan kemiringan yg sangat nyaman untuk dilalui.




Disusun oleh :
Nama : Istha Octaviyanti
NPM : 20308020
Kelas : 4 TB 01
Mata Kuliah : Konservasi

http://www.guadarma.ac.id


Minggu, 05 Februari 2012

TUGAS KRITIK ARSITEKTUR 2

Halte adalah tempat menunggu sementara untuk para pengguna kendaraan umum atau pejalan kaki, meneduh dari teriknya matahari atau hujan. Namun kini banyaknya masyarakat jakarta menggunakan halte untuk sarana dangang, menbuka lapaknya di pinggir bagian halte, biasanya yang paling banyak para pedagang ini menjual minuman, rokok atau snake-snake kecil. positifnya adalah para pengguna kendaraan umum dan pejalan kaki dapat dengan mudah membeli minuman dan makanan, tidak perlu harus berjalan mencari toko yang ada. Namum negatifnya adalah luas halte berkurang akibat lapak para pedagang, dan makin sedikit daya tampung halte untuk menampung para pengguna kendaraan umum dan pejalan kaki. Untuk memperbaiki fungsi dari halte tersebut sebaiknya perubahan desain halte selain mementingkan pengguna kendaraan umum juga para pedagang yang bisa menjadikan fasilitas bagi halte tersebut. Dan peran serta pemerintah untuk ikut andil dalam perubahan desain halte ini dan sekaligus memberikan peluang untuk masyarakat lkat lain berjualan. Halte juga berfungsi sebagai tempat pemberentian kendaraan umun untuk menaikan dan menurunkan penumpang. Ini dimaksudkan untuk keselamatan para penumpang saat naik atau turun dari kendaraan umum, dan membuat melancarkan arus jalan raya karna tidak adanya kendaraan umum yang menaikan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat, namun kini halte tidak berfungsi sempurna karna banyak kendaraan umum yang menaikan dan menurunkan penumpangnya disembarang tempat dan mengakibatkan kemacetan di mana-mana, sebagian besar kemacetan di jakarta dikarenakan kendaraan umum yang “mengetem” atau menunggu penumpanya disembarang tempat. Jika halte berfungsi sempurna maka kemacetan yang terjadi di jakarta akan berkurang, ditambah jika desain halte agak di berikan space kedalam pingir jalan dan di d=berikan jalur tersendiri untuk para angkutan umum menunggu para penumpangnya dan tidak permu berhenti di bahu jalan. Namun penertiban ini harus di ikut sertakan peran pemerintah yang menegaskan dan mengatur fungsi halte dan penertiban angkutan umum, agar semua berjalan tertip.